Beberapa paham
dalam filsafat dan tokoh-tokohnyar (disadur dari beberapa sumber):
1. Konservatisme
1Konservatisme adalah sebuah filsafat
politik yang mendukung
nilai-nilai tradisional. Istilah ini berasal dari bahasa
Latin, conservāre,
melestarikan; "menjaga, memelihara, mengamalkan".
2Istilah konservatisme
pertama kali digunakan dalam pengertian modern yang khas dalam konteks ini
yakni untuk menunjukan pandagan politik yang dibedakan dengan politik
ideologis,ketika Chateubriand (1768-1848 ) member nama conservateur pada sebuah junal yang diterbitkan untuk melawan
penyebaran politk baru,dan terutama ide-ide demokrasi yang merupakan perwujudan
utamanya.Nama itu kemudian segera dipakai oleh kelompok-kelompok lain yang
menentang kemajuan demokrasi setidaknya dalam bentuk-bentuk yang lebih radikal.
Meskipun konservatisme
adalah suatu pemikiran politik, sejak awal, ia mengandung banyak alur yang
kemudian dapat diberi label konservatif, baru pada Masa Penalaran,
dan khususnya reaksi terhadap peristiwa-peristiwa di sekitar Revolusi Perancis
pada 1789, konservatisme mulai muncul sebagai suatu sikap atau alur pemikiran
yang khas. Banyak orang yang mengusulkan bahwa bangkitnya kecenderungan
konservatif sudah terjadi lebih awal, pada masa-masa awal Reformasi,
khususnya dalam karya-karya teolog Anglikan yang
berpengaruh, Richard Hooker – yang menekankan pengurangan dalam politik demi
menciptakan keseimbangan kepentingan-kepentingan menuju keharmonisan sosial dan
kebaikan bersama. Namun baru ketika polemic Edmund Burke muncul - Reflections on the Revolution in France - konservatisme memperoleh penyaluran
pandangan-pandangannya yang paling berpengaruh.
A.
Tokoh Pemikir
Richard Hooker (Maret 1554-3 November 1600) disebut sebagai founding father dari paham
konservatis,dia adalah seorang
imam dan teolog berpengaruh Hooker penekanannya pada hal, toleransi
dan nilai tradisi untuk memberikan
pengaruh abadi pada perkembangan Gereja
Inggris.. Dalam retrospeksi ia
telah diambil (dengan Thomas Cranmer dan Matius Parker) sebagai pendiri pemikiran teologis Anglikan.
2. Edmund Burke (1729-1797)
Burke merupakan anggota parlemen Inggris dan
dikenal sebagai bapak konservatisme. Dalam tulisannya Reflections on the
Revolution in France (1970), Burke mengkritik keras radikalisme Revolusi
Perancis. Menurunya masyarakat itu bukanlah sebuah mekanisme yang bisa dapat
dibongkar menjadi beberapa bagian dan kemudian dibangun kembali dengan cara
berbeda. Masyarakat adalah organisme yang rentan, dan jika proses tradisi itu
terganggu, maka akan timbul sebuah kekacauan (chaos).
Burker menyatakan bahwa individu membutuhkan
bimbingan moral dan kekuasaan, untuk itu Burke mengusulkan hadirya sebuah
gereja nasional dan pemerintahan aristokrat ada masa itu. Dia tidak percaya
dengan demokrasi, menurutnya demokrasi hanya akan mengubah proses politik
menjadi perang antara kepentingan pribadi. Burke mendukung konsep hak milik dan
ekonomi pasar, tetapi dia menyatakan bahwa kepentingan individu harus
dikendalikan oleh moral. Dia mendesak para pengusaha untuk tetap berperilaku
terhormat dalam menempatkan tugasnya demi masyarakat untuk memeroleh keuntungan
maksimum. Dia juga ingin aktivitas ekonomi tetap relatif bebas dari intervensi
pemerintah, tetapi ia juga percaya bahwa kebebasan membutuhkan struktur
kekuasaan untuk menahan keinginan individu. Pandangan Burke jelas beroposisi
(Clark, 1991, pp. 72-73).
3.
THOMAS CARLYLE
Carlyle adalah seorang sejarawan Inggris.
Dalam karyanya Heroes and Hero-Worship (1840), dia mengklaim bahwa
setiap masyarakat itu membutuhkan pemimpin berwibawa yang bisa menghasilkan
sebuah konsensus diantara kelompok yang berbeda. Tidak seperti Burke, Carlyle
mengagumi Robespierre dan para pemimpin lain dalam Revolusi Perancis dalam
mengambil kesempatan untuk menumbuhkan kembali stagnasi masyarakat.
Meskipun begitu, Carlyle bukan seorang democrat.
Dia menolak kampanye dan pemilihan politik. Dia mengusulkan bahwa
individu-individu yang bijaksana sudah seharusnya ditempatkan dalam episentrum
kekuasaan. Dia juga tidak sepakat dengan gagasan liberal yang menciderai
kebebasan individu. Persaingan individu dalam kapitalisme laissez-faire tidak
bisa hidup dalam kebebasan sejati.
Kemudian untuk mengurangi efek dari pasar,
Carlyle mengusulkan bahwa pemerintah harus memikul tanggung jawab regenerasi
spiritual dan moral dalam masyarakat. Ditambah lagi, pemerintah bisa
memperlancar kapitalisme melalui program bantuan, peraturan dan upaya untuk
mereformasi struktur kewenangan disuatu perusahaan.
2. Liberalisme
1Liberalisme adalah salah satu paham
utama dalam teori hubungan internasional. Liberalisme berasal dari pemikiran liberal pada Zaman Pencerahan
atau Renaisans. Isu utama yang diangkat oleh kaum liberalis adalah masalah yang
muncul dalam mencapai perdamaian dan kerja sama internasional yang abadi, serta
berbagai metode yang dapat berkontribusi menyelesaikan masalah tersebut.
2Ada
dua macam Liberalisme, yakni Liberalisme Klasik dan Liberallisme Modern. Liberalisme
Klasik timbul pada awal abad ke 16. Sedangkan Liberalisme Modern mulai muncul
sejak abad ke-20. Namun, bukan berarti setelah ada Liberalisme Modern,
Liberalisme Klasik akan hilang begitu saja atau tergantikan oleh Liberalisme
Modern, karena hingga kini, nilai-nilai dari Liberalisme Klasik itu masih ada.
a.
Liberalisme
klasik
Prinsip-prinsip
dari liberalisme klasik terletak pada pemikiran Jhon Locke, Hobbes, Adam Smith, dan Spencer yang menyatakan bahwa
keberadaan individu dan kebebasannya sangatlah diagungkan. Dan setiap individu
memiliki kebebasan berpikir masing-masing yang akan menghasilkan paham baru.
Ada dua paham yang menyangkut terhadap liberalisme klasik, yakni paham
Demokrasi Politik dan Kapitalisme Ekonomi.
b.
Liberalisme
Modern
Prinsip-prinsip liberalisme modern
terletak pada pokok pikiran Keynes (Tokoh Liberalisme Modern/Tokoh Abad
Ke-20).Paham liberalisme modern (baru) merupakan antitesa yang mengoreksi
prinsip-prinsip fundamental liberalisme klasik (lama) sebagaimana diuraikan
Spencer yang sebagian besar pijakan gagasan-gagasannya didasarkan pada
pemikiran Adam Smith (1723-1790).
Prinsip membebaskan individu-individu
dalam mengelola dan menjalankan kehidupan ekonominya tanpa melibatkan
pemerintah harus dihentikan.Pemerintah harus melakukan campur tangan lebih
banyak dalam mengendalikan perekonomian nasional. Keynes mengatakan bahwa
kegiatan produksi dan pemilikan faktor-faktor produksi masih tetap bisa
dipegang oleh pihak swasta, tetapi pemerintah wajib mengambil langkah-langkah
kebijakan yang secara aktif akan dan harus mampu mempengaruhi gerak
perekonomian negaranya. Sebagai contoh, pada saat terjadi depresi itu,
pemerintah harus mengambil prakarsa melakukan berbagai program atau kegiatan
yang secara langsung dapat meyerap tenaga kerja (yang tidak tertampung di
sektor swasta), meskipun untuk itu negara harus menggelontorkan anggaran
(subsidi) yang sangat besar. Jika tidak, maka pengangguran akan merebak
dimana-mana, dan ini tentu berdampak luas dalam kehidupan sosial.
Pada
kesempatan lain, Keynes menyatakan bahwa permasalahan politik yang dihadapi
oleh umat manusia sesungguhnya terdiri dari kombinasi 3 (tiga) hal yaitu :
efisiensi ekonomi, keadilan sosial dan kebebasan individu. Dalam efisiensi
ekonomi dibutuhkan adanya sikap kritis, langkah-langkah penghematan dan
pengetahuan teknis yang memadai.Menyangkut masalah keadilan sosial, dibutuhkan
adanya sikap terbuka yang mengedepankan kepentingan publik atau rakyat
banyak.Dan berkenan kebebasan individu, masyarakat manapun sesungguhnya
memerlukan adanya sikap toleransi, kebesaran hati dan apresiasi yang tinggi
atas keragaman; dan yang paling penting adalah pemberian kesempatan yang
seluas-luasnya bagi keinginan dan cita-cita yang tinggi dari setiap warga
negara.
Sehingga dari sumber diatas, berikut
adalah tokoh-tokoh pemikir Liberalisme:
Liberalisme Klasik : Jhon Locke, Hobbes, Adam Smith,
Liberalisme modern: Keynes
3. Humanisme
Filsafat humanisme
berasal dari masa klasik barat dan klasik timur yang dasar pemikiran filsafat
ini ditemukan dalam pemikiran filsafat klasik cina konfusius dan
pemikiran klasik yunani. Perkembangan aliran humanisme terjadi selama 3
tahap yaitu (1) pada masa tahun 1950-an dan 1960-an selama Renaissance
di Eropa pada abad ke-16, gerakan ini muncul karena reaksi terhadap dehumanis
yang telah terjadi berabad-abad, sebagai akibat langsung dari kekuasaan
pemimpin agama yang merasa menjadi satu-satunya otoritas dalam memberikan
intepretasi terhadap dogma-dogma agama yang kemudian diterjemahkan dalam
segenap bidang kehidupan di Eropa.
Sehingga
pelopor humanis mengatakan bahwa manusia itu bebas dan memiliki potensi
sendiri untuk menjalankan kehidupannya secara mendiri untuk berhasil di dunia,
di mana setiap individu mampu untuk mengontrol nasib mereka sendiri melalui
aplikasi kecerdasan dan pembelajaran mereka. Orang-orang “membentuk diri mereka
sendiri”. Istilah erat di mana kondisi-kondisi keberadaan manusia berhubungan
dengan hakekat manusia dan tindakan manusia bukannya pada takdir atau
intervensi tuhan; (2) perkembangan selajutnya terjadi pada abad ke-18 pada masa
pencerahan (aufklarung), di mana tokohnya adalah J.J Rousseu yang
mengutamakan pandangan tentang perkembangan alamiah manusia sebagai metode
untuk mencoba keparipurnaan tujuan-tujuan pendidikan; (3) berkembang lagi pada
abad ke-20 yang disebut humanisme kontemporer, merupakan reaksi protes
terhadap dominisi kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi nilai-nilai
kemanusiaan yang ada dalam diri manusia di era modern.
Perkembangan selajutnya adalah
adanya peran dan konstribusi dari filsafat eksistensialisme yang cukup
memberi konstribusi dalam filsafat pendidikan humatistic yakni sebagai
berikut :
1.
Manusia
memiliki keberadaan yang unik dalam dirinya berbeda antara manusia satu dengan
yang lain.
2. Memperhatikan
makna dan tujuan hidup manusia.
3. Adanya
kebebasan individu yang paling utama dan uni karena mereka mempunyai sikap
hidup, tujuan hidup dan cara hidup sendiri.
Hal di atas ini ditujukan melalui
pengembangan konsep perkembangan psikologi perserta didik dan metode pengajaran
yang sesuai dengan perkembangan humanistic setiap individu, di mana
aliran ini memiliki pandangan tentang manusia yang memiliki keunikan tersendiri,
memiliki potensi yang perlu diaktualisasikan dan memiliki dorongan-dorongan
yang murni berasal dari dirinya.
Tokoh-tokoh pemikir Humanisme: Jean Jacques Roussea,
Abraham Maslow, Carl Roger, Frederick Edword
4. Proggresivisme
Progresivisme
ditampilkan sebagai aliran filsafat pendidikan yang dapat digunakan sebagai
basis epistimologi bagi pengembangan pendidikan partisipasif, setidaknya ada
beberapa alasan. Pertama, progresivisme kurang menyetujui adanya pendidikan
yang bercorak otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu
maupun pada zaman sekarang. Kedua, inti perhatian progresivisme pada kemajuan
atau progress. Ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan dipandang oleh
progresivisme merupakan bagian utama dari kebudayaan. Ketiga, pengalaman adalah
ciri dinamika hidup. Keempat, progresivisme tidak cukup hanya mengakui ide-ide,
teori-teori, atau cita-cita sebagai hal yang ada, tetapi yang ada itu harus
dicari artinya bagi suatu kemajuan atau maksud-maksud baik yang lain. Kelima,
progresivisme mengharuskan manusia dapat memfungsikan jiwanya untuk membina
hidup yang mempunyai banyak persoalan yang silih berganti.
Dalam konteks pendidikan modern yang diilhami oleh jiwa renaissance
(pencerahan) dengan mengedepankan corak pemikiran rasionalis dan empirik,
berkembang sebagai konsep atau teori-teori pendidikan seperti nativisme,
empirisme dan konvergensi. Disamping itu muncul aliran progesivisme,
essensialisme, perenialisme, dan rekonstruksionisme. Progesisvisme sesungguhnya
berkembang pada awal abad 20 di barat, aliran ini lahir sebagai pembaharu dalam
dunia filsafat pendidikan terutama pada saat ia tampil sebagai lawan
kebijakan-kebijakan konvesional yang diwarisi dari generasi sebelumnya yaitu
dari abad 19.
Progresivisme
berkembang sejak zaman yunani purba, meskipun baru muncul dengan jelas pada
pertengahan abad ke 19. Itu bisa dilihat dari pemikiran-pemikiran filsuf zaman
itu, seperti:
Ø Heraklitus
(544-484 SM). Progresivisme dalam filsafat heraklitus dapat terbaca
pada salah satu pemikirannya “sifat yang terutama dari realita adalah
perubahan. Tidak ada sesuatu yang tetap di dunia ini, semuanya berubah-ubah
kecuali perubahan itu sendiri”. Dengan berpijak pada konsep ‘segala sesuatu
berubah’, dapat di maknai bahwa dengan perubahan itu akan tercipta kemajuan
atau progresivitas.
Ø Socrates
(469-399 SM). Orang yang berusaha menyatukan epistemologi dengan aksiologi.
Ajarannya bahwa “pengetahuan adalah kunci untuk kebijakan, yang berarti bahwa
kekuatan intelektual dan pengatahuan yang baik, menjadi pedoman bagi menusia
mampu melakukan yang baik” dengan kemampuan itu orang akan terus melakukan
perubahan menuju kemajuan.
Ø Aristoteles
(383-322 SM), menyarankan moderasi dan kompromi (jalan tengah, bukan jalan
ekstrim) dalam kehidupan. Dengan menghindari ekstrimitas, manusia dapat
menggagas perubahan dan kemajuan (progress) secara lebih jernih, sehingga sikap
moderasi merupakan salah satu langkah menuju kemajuan.
Pad
abad ke 16 muncul nama-nama yang berperan dalam memberikan dasar-dasar bagi
perkembangan progresivisme, seperti:
Ø Francis
Bacon (1561-1626), memberikan sumbangan pemikiran dalam proses terjadinya
aliran progresivisme, yaitu dengan usahanya memperbaiki dan memperluas metode
eksperimental (metode ilmiah dalam ilmu pengetahuan alam)
Ø Immanuel
Kant (1724-1804), berpendapat bahwa memuliakan menusia, menjunjung tinggi
kepribadian menusia, member martabat manusia adalah sesuatu kedudukan yang
tinggi. Karena itu sejalan dengan konsep progresivisme yang selalu menghendaki
perubahan dan kemajuan.
Ø Hegel,
mengajarkan bahwa alam dan masyarakat bersifat dinamis, selamanya dalam keadaan
gerak, dalam proses perubahan dan penyesuaian yang tak ada hentinya.
TOKOH-TOKOH
PROGRESIVISME
Filsafat
progresivisme dikembangkan oleh para ahli seperti John Dewey, William
Kilpatrick, George Count, dan Harold Rugg di awal abad 20.
Progresivisme menekankan pendidikan yang berpusat pada siswa dan
memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas,belajar
‘naturalistik’, hasil belajar dunia nyata, dan juga pengalaman teman sebaya.
1.
William James
(1842-1910).
William
James adalah seorang psikolog dan seorang filsuf Amerika yang sangat terkenal.
Paham dan ajarannya sangat berpengaruh di berbagai Negara Eropa dan Amerika.
Meskipun demikian, dia sangat terkenal di kalangan umum Amerika sebagai penulis
yang sangat brilian, dosen serta penceramah dibidang filsafat, juga terkenal
sebagai pendiri pragmatisme. James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran harus
memiliki fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup, seperti halnya aspek dari
eksistensi organik. Dan menegaskan agar fungsi otak atau pikiran dipelajari
sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James
menolong untuk membebaskan ilmu jiwa prakonsepsi teologis, dan menempatkannya
pada di atas dasar ilmu perilaku. Buku karangannya yang berjudul ‘prinsiples of
psycology’ yang terbit tahun 1890 yang membahas dan mengembangkan ide-ide
tersebut, dengan cepat menjadi ilmu klasik dalam bidang itu, hal inlah yang
mengantarkan William James terkenal sebagai ahli filsafat pragmatisme dan
empirisme radikal.
2.
John Dewey (1859-1952)
John
Dewey adalah seorang professor di Universitas Chicago. Teorinya tentang sekolah
adalah “progresivisme” yang menekankan pada anak didik dan minatnya daripada
mata pelajaran itu sendiri. Maka munculah ‘child
centered curriculum’ dan ‘child
centered school’. Progresivisme mempersiapkan anak masa kini di banding
masa depan yang belum jelas, seperti yang di ungkapkan Dewey dalam bukunya “my pedagogical creed”, bahwa pendidikan
adalah proses dari kehidupan dan bukan persiapan masa yang akan datang.
Aplikasi ide Dewey anak-anak banyak yang berpartisipasi dalam kegiatan fisik
peminatan.
Dewey
mengembangkan pragmatisme dalam bentuknya yang orisinil, tapi meski demikian
namanya sering pula dihubungkan dengan versi pemikiran yang disebut
instrumentalisme. Adapun ide filsafatnya yang utama, berkisar dalam hubungan
dengan problema pendidikan yang konkrit, baik teori maupun praktik. Dewey
terkenal oleh internasional berkat sumbangan pemikirannya terhadap filsafat
pemdidikan progresivisme Amerika. Dewey tidak hanya berpengaruh dalam kalangan
ahli filsafat professional, akan tetapi juga karena perkembangan idenya yang
fundamental dalam bidang ekonomi, hukum, antropologi, teori politik adan ilmu
jiwa. Dewey adalah juru bicara yang sangat terkenal di Amerika Serikat dari
cara-cara kehidupan demokratis.
3.
Hans Vaihinger
(1852-1933)
Menurutnya
arti kata ‘tahu’ itu hanya mempunyai arti praktis persesuaian dengan objeknya
tidak mungkin dibuktikan, satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah ‘gunanya’
(dalam bahasa yunani pragma) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia.
Segala pengertian itu sebenarnya hanya buatan semata jika pengertian itu
berguna untuk mengusai dunia, bolehlah di anggap benar, asal orang tahu saja
bahwa kebenaran ini tidak lain kecuali kekeliruan yang berguna saja.
4.
George Santaya
George
digolongkan pada penganut pragmatism ini, tapi amat sukar untuk memberikan
sifat bagi hasil pemikirannya, karena banyak pengaruh yang bertentangan dengan
apa yang dialaminya.
5.
Sosialisme
1Sosialisme (sosialism)
secara etimologi berasal dari bahasa Perancis sosial yang berarti
kemasyarakatan. Istilah sosialisme pertama kali muncul di Perancis sekitar 1830.
Umumnya sebutan itu dikenakan bagi aliran yang masing-masing hendak mewujutkan
masyarakat yang berdasarkan hak milik bersama terhadap alat-alat produksi,
dengan maksud agar produksi tidak lagi diselenggarakan oleh orang-orang atau
lembaga perorangan atau swasta yang hanya memperoleh laba tetapi semata-mata
untuk melayani kebutuhan masyarakat. Dalam arti tersebut ada empat macam aliran
yang dinamakan sosialisme: (1) sosial demokrat, (2) komunisme,(3) anarkhisme,
dan (4) sinkalisme (Ali Mudhofir, 1988). Sosialisme ini muncul kira-kira pada
awal abad 19, tetapi gerakan ini belum berarti dalam lapangan politik. Baru
sejak pertengahan abad 19 yaitu sejak terbit bukunya Marx, Manifes Komunis
(1848), sosialisme itu (seakan-akan) sebagai faktor yang sangat menentukan
jalannya sejarah umat manusia.
Bentuk lain adalah
sosialisme Fabian yaitu suatu bentuk dari teori sosialisme yang menghendaki
suatu transisi konstitusional dan pengalihan bertahap pemilikan dan sarana
produksi kepada Negara. Tidak akan dilakukan teknik-teknik revolusioner dan
lebih ditekankan pada metode pendidikan. Aliran ini mencoba cara yang praktis
untuk memanfaatkan semua sarana legislatif untuk pengaturan jam kerja,
kesehatan, upah dan kondisi kerja yang lain. Bentuk sosialisme ini
didukung oleh Fabian society yang didirikan 1884. Tokoh gerakan sosial di
Inggris berasal dari kelompok intelektual di antaranya George Bernard Shaw,
Lord Passfield, Beatrice Webb, Graham Wallas dan GDH Cole
2Tokoh
–tokoh pemikir Sosialisme:
a. Robert Owen (1881 – 1858)
Ia menyatakan bahwa lingkungan sosial
berpengaruh pada pembentukan karakter manusia. Ia berusaha mencari caranya
dengan meningkatkan kesejahteraan pekerjanya.
b. St. Simon (1760-1858)
Dia merupakan bapak sosialisme. Dia
adalah orang pertama yang menyerukan perlunya sarana- sarana produksi agar dimiliki
sepebuhnya oleh pemerintah.
c. Thomas Moore
Thomas Moore adalah seorang sosialis
kapitalis yang menurutnya sosialisme merupakan reaksi dari kapitalisme. Sosialisme
hanya dapat berkembang di negara tradisi liberal yang berkembang, sedangkan di negara yang tidak
memiliki tradisi ini, sosialisme berubah menjadi faisme.
6. Pragmatisme
Aliran pragmatisme lahir di Amerika, sehingga sering
dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun, sebenarnya pragmatisme
berpangkal pada filsafat empirisme Inggris. Pendiri filsafat pragmatisme adalah
Charles Sanders Peirce, William James dan John Dewey.
Istilah pragmatisme
berasal dari kata pragma, yang berarti praktek atau aku
berbuat. Maksudnya bahwa makna segala sesuatu tergantung dari hubungannya
dengan apa yang dapat dilakukan. Istilah lain untuk menyebut aliran pragmatisme
antara lain instrumentalisme dan eksperimentalisme. Disebut instrumentalisme
karena aliran ini menganggap bahwa dalam hidup ini tidak dikenal tujuan
akhir, melainkan hanya tujuan antara dan sementara yang merupakan alat untuk
mencapai tujuan berikutnya, termasuk dalam pendidikan. Sedangkan dikatakan eksperimentalisme,
karena filsafat ini menggunakan metode eksperimen dan berdasarkan pengalaman
dalam menentukan kebenaran.
Secara sederhana, pragmatisme adalah aliran dalam
filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah apakah
sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh karena itu, sifat
kebenaran menjadi relatif dan tidak mutlak. Mungkin suatu peraturan sama sekali
tidak memberikan manfaat bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti bermanfaat
bagi masyarakat yang lain. Dengan kata lain, pragmatisme tidak mempersoalkan
tentang apa hakikat pengetahuan, melainkan menanyakan apa guna pengetahuan
tersebut.
1.
TOKOH ALIRAN
PRAGMATISME
a.
Charles Sanders Peirce
(1839-1914)
Pragmatisme Peirce
dilandasi oleh fisika dan matematika, serta logika simbolik. Peirce
menyatakan bahwa yang penting adalah pengaruh apa yang dapat dilakukan sebuah
pengetahuan dalam suatu rencana. Nilai dari suatu pengetahuan bergantung pada
penerapannya yang nyata dalam masyarakat. Pengetahuan yang dimiliki manusia
dikatakan benar bukan karena pengetahuan itu mencerminkan kenyataan, melainkan
dikatakan benar kalau dapat membuktikan manfaatnya bagi umum. Pragmatisme
Peirce ini disebut eksperimentalisme.
a.
William James (1842-1910)
William
James adalah seorang profesor di Harvard University. Pragmatisme James adalah
personal, psikologis, dan bahkan religius. Pragmatisme James disebut juga praktikalisme. Menurut James, teori
merupakan alat untuk memecahkan masalah. Karena itu, teori harus dinilai
berdasarkan keberhasilannya menjalankan fungsinya. Tidak ada kebenaran yang
mutlak, yang berlaku umum, bersifat tetap dan berdiri sendiri. Kebenaran itu
akan selalu berubah, sejalan dengan perkembangan pengalaman, karena apa yang
dikatakan benar dapat dikoreksi pada pengalaman selanjutnya.
b.
John Dewey (1859-1952)
Pragmatisme
Dewey dilandasi oleh sains-sains sosial dan biologi. Dewey memiliki pandangan
yang disebut instrumentalisme.
Menurut Dewey, berpikir ilmiah merupakan alat untuk memecahkan masalah.
Pengalaman manusia membentuk aktivitas untuk memperoleh pengetahuan. Manusia
tidak hanya berpikir biasa, melainkan berpikir secara reflektif. Reflective thinking akan terjadi apabila
kita menghadapi masalah. Pikiran/akal kita gunakan sebagai alat untuk
memecahkan masalah tersebut, sehingga memperoleh pengetahuan. Eksperimen adalah
bagian pokok dalam proses pengetahuan.
Dewey menerapkannya ke dalam proses pendidikan. Ia mengembangkan metode problem solving (metode pemecahan
masalah). Dalam problem solving tersebut,
peserta didik diajak untuk berpikir ilmiah dengan tahap: anak menghadapi
masalah, menganalisis masalah, menyusun hipotesis, mengumpulkan data,
menganalisis hipotesis, menguji, mencoba dan membuktikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar