Senin, 12 November 2018

Tanya Jawab-filsafat yang dekat dengan Kehidupan, Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu Pertemuan Kedua


Pada pertemuan kedua,18 September 2018, pukul 15:30 diruang yang sama, perkuliahan diawali dengan menyusun bangku agar mahasiswa dapat fokus pada perkuliahan dan mendengar perkuliahan Pak Marsigit, perkuliahan dibuka dengan memulainya dengan doa. Setelah itu perkuliahan dimulai dengan adanya kuis berupa beberapa soal jawab singkat. Setelah menjawab soal, maka siswa diminta untuk menuliskan satu pertanyaan mengeni apa saja dibalik kertas jawaban kuis. Pak marsigit tak lupa mengingatkan mahasiswa untuk melakukan proses perekaman dalam perkuliahan.
Pertanyaan pertama yang dijawab oleh Bapak adalah Bagaimana mencapai pemikiran tingkat dewa, pertanyaan ini ditanyakan oleh Seftika. Berikut adalah rangkuman dari jawaban Bapak semuanya diawali dengan pikiran dan mengerjakan pikiran, hal ini dapat menjadi setengah dari perjalanan menemukan jawaban. Tidak cukup dengan mengerjakan apa yang dipikiran, manusia perlu untuk berdoa, karena berdoa juga adalah setengah dari proses menuju sebuah jawaban. Bapak kemudian memberi sebuah contoh nyata dalam dunia mahasiswa, sebagai mahasiswa, maka mahasiswa wajib untuk memikirkan perkuliahannya,ketika dituntut untuk melakukan pembayaran, memikirkan cara membayarnya, ketika dituntut untuk melakukan tugas pikirkan dan lakukan tugas yang diberikan. Saya kemudian teringat akan apa yang menjadi target atau tiket untuk yudisium, hal ini berarti saya harus memikirkan bagaimana saya bisa melewati tahapan ini dengan baik.
Dalam hal ini Bapak menambahkan bahwa dalam berfilsafat belum tentu  
Sehingga dalam berfilsafat tidak ada tahap jelas dan akan berbahaya jika filsafat sudah sampai pada tahap jelas.Ketika filsafat sudah sampai pada tahap jelas, maka kecenderungan yang terjadi adalah malas untuk berfikir. Disisilain, sebenar-benarnya filsafat adalah berfikir. Pertanyaan kedua adalah pertanyaan tentang apa yang ada dalam blog Bapak yaitu What is the secret of happiness? Pertanyaan ini ditanyakan oleh Diana. Dalam menjawab pertanyaan ini pak Marsigit memberikan pengantar tentang kualitas pertama dari seseorang yang dilihat dari mata orang lain. Berlaku kesalahan dalam hal ini, misalnya jika ada penyakit pada mata. Tetapi ada sisi lain selain dari pandangan mata, yaitu siapa diri seseorang itu sebenarnya.
            Pak Marsigit kemudian memberi satu arahan untuk menunjuk bagian dari dirinya yang menyatakan bahwa itu adalah dirinya, maka berbagai macam tindakan yang terlihat dan hal ini menunjukkan bahwa manusia tidak berlaku adil pada dirinya sendiri. Sehingga tidak ada satupun di dunia ini yang dapat menunjukkan dirinya sendiri selain Tuhan. Manusia tidak akan bisa menunjuk dirinya sendiri. Dari segi kelengkapan, manusia adalah bermilyar pangkat bermilyar, manusia tidak akan sanggup menunjukkannya, Sehingga dari cakupan kebahagiaan, manusia tidak akan mampu mencapai keseluruhan kebahagiaan. Keseluruhan hanya milik sang pencipta, sehingga yang dapat saya simpulkan adalah hanya dari sang penciptalah kebahagiaan didapatkan. Pak Marsigit juga menambahkan bahwa kualitas kedua dari diri manysia adalah apa yang ada didalamnya, yang tidak kelihatan dengan mata. Seperti pikiran, darah, tulang dan lain sebagainya. Sehingga manusia adalah perwakilan dunia, ketika seseorang mencederai orang lain, orang tersebut telah mencederai dunia apalagi jika membunuh. Artinya ia membunuh dunia, satu dunia telah kiamat.

 Pertanyaan selanjutnya adalah pertanyaan oleh saya yang saya dapatkan selama saya membaca blog Bapaj. Beberapa tulisan Bapak menyampaikan filsafat adalah diri kita sendiri. Bagaimana agar kita mengerti diri kita sendiri. Jawaban bapak atas pertanyaan ini adalah Pikirkan dan doakan, Bapak mempersilahkan siapa saja untuk menebarluaskan filsafat karena filsafat itu apa saja dan siapa saja. Namun ranah filsafat tidak dapat dicampurkan dengan ranah spiritualitas, sehingga ketika pikiran berfilsafat berbeda dengan apa yang diyakini, maka tidak perlu ditindak lanjuti dalam dunia pikiran. Sebingung-bingungnya pikiran adalah dipikiran, jangan sampai bingung di hati. Karena hati adalah dasar keyakinan kita.
            Pertanyaan selanjutnya seperti menjadi sambungan untuk penjelasan filsafat dan spiritualitas. Pertanyaan yang disampaikan oleh fani ini adalah: Bagaimana pandangan filsafat tentang menilai spiritualitas diri sendiri? Penjelasan Bapak adalah sebagai berikut: Jika filsafat adalah dirimu, spritualitas adalah dirimu. Maka jangan sekali-kali menggambarkan spritualitas dengan dunia. Karena dunia tidak mencukupi. Karena spiritualitas meliputi dunia dan akhirat.
            Selanjutnya pertanyaan diberikan oleh erma, bagaimana cara mencapai rendah hati yang sesungguhnya. Bapak menjabarkannya sebagai berikut. Pertama adalah dengan ikhtiar atau berserah kepada sang Pencipta, meminta pertolongan. Karena tidak ada mahluk didunia yang mampu mengusir setan kecuali Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan sedikitpun keraguan yang ada dalam hati tidak bisa dihilangkan kecuali atas bantuan Tuhan. Maka karena godaan setan yang ada terus menerus, manusia harus valid dan kontinu. Sebenar-benar manusia adalah dalam keadaan berdoa. Dalam filsafat akhiran adalah awalan. Rasa syukur boleh di akhir atau di depan.
Pertanyaan selanjutnya adalah dari yuntaman, menanyakan tentang bagaiman mensinkronkan hati dan pikiran dan mana yang harus didahulukan? Bapak menjawab pertanyaan ini dengan mengibaratkan hati sebagai roda bawah dan pikiran adalah roda atas, dalam menempuh perjalan roda akan selalu berputar. Sehingga setiap hari kita perlu memikirkan perasaan kita dan merasakan pikiran kita. Seperti  bumi mengelilingi matahari, tidak akan sampai pada tempat yang sama selama hidup. Disamping dia berputarpada porosnya, dia juga mengelilingi matahari. Begitupun manusia, berputar pada porosnya (hati dan pikiran), makan sehat setiaphari,bangun tidur, melakukan hal demikian setiap hari tapi engkau tidak menyadarinya. Jadi sebenar-benar hidupitu adalah sesuai dengan lintasan bumi. Itu adalah contoh yang diberikan Tuhan. Kalau orang Yunani mengatakan hermenitika, orang Jawa mengatakan cokro manggilingan. Jadi perjalanan manusia siklik dan linear digabung.Berbeda dengan orang Amerika yang berpikir linier.
Pertanyaan penutup yang dijawab mengingat keterbatasan waktu adalah pertanyaan dari Widi, yaitu apa yang dilakukan jika manusia masuk surga. Bapak memberikan respon bahwa spiritual ranah yang hanya dapat dijawab berdasarkan keyakinan masing-masing. Sehingga hal ini termasuk dari pilihan masing-masing individu. Setelah menjawab pertanyaan ini, kelas pun diakhiri dengan berdoa menurut kepercayaan masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Filsafat Pendidikan Matematika Oleh: Agnes Teresa Panjaitan ( 187092510 1 3 ) Prof. Dr. Marsigit, M.A M...