Senin, 12 November 2018

Fatal dan vital, Refleksi Perkuliahan Filsafat Ilmu Pertemuan Ketiga


Pada tanggal 25 September, tepat pada jam dan lokasi yang sama seperti hari selasa sebelumnya merupakan pertemuan ketiga matakuliah Filsafat ilmu bagi anak-anak pascasarjana pendidikan matematika UNY. Pertemuan selalu diawali dengan berdoa menurut keyakinan masing-masing. Dengan pola penyusunan bangku seperti biasa, para mahasiswa duduk menghadap Bapak Prof Marsigit dan mendengarkan dengan seksama. Pembahasan kali ini mengenai filsafat yang bertingkat, yang paling tinggi , pasti, dan mutlak adalah milik sang Pencipta. Berikut adalah proses dalam pembahasan kuliah hari itu:
Ada (fatal dan vital) 
mengada (proses)
 pengada (hasil)
Semua yang ada dan mungkin ada merupakan objek filsafat. Seperti apakah objek yang termasuk yang mungkin ada? Pak Marsigit kemudian menunjuk handponenya dan menanyakan apakah warna dari handphone Bapak. Kemudian bapak menjawab hitam, dan memberikan penjelasan bahwasanya jawaban didapatkan hitam karena didalam pikiran masing-masing warna gelap seperti itu disebutkan sebagai warna hitam. Kalau warna hitam seperti itu tidak ada dalam pikiran, maka tentulah jawaban hitam tidak ada di pikiran mahasiswa.
Kemudian Bapak memberikan pertanyaan lain dengan menanyakan apakah mas ibrohim(salah satu mahasiswa yang menghadiri perkuliahan) mengetahui nama cucu Bapak Profesor Marsigit yang paling besar? Kemudian pak Marsigit memberi penjelasan bahwa ketika sesuatu berada dalam pikiran manusia, maka bisa bicara, ada diluar pikiran berarti dapat dilihat, dirasa, dibau dan disentuh. Ketika nama cucu saya tidak bisa kamu bicarakan dan kamu liat, maka nama cucu saya tidak ada dalam pikiran mahasiswa yang sedang mengikuti perkuliahan pada hari ini. Pak Marsigit kemudian meminta mahasiswa untuk merasakan kondisi dimana mahasiswa tidak mengetahui siapa nama cucu pak Marsigit.
Mahasiswa pun mulai membayangkan proses dimana mahasiswa tidak mengetahui nama cucu Pak Marsigit. Kemudian Bapak akan memberi tahu nama cucu Bapak yang paling besar dan rasakan prosesnya. Rasakan keadaan sebelum dan sesudah mengetahui nama cucu Bapak kemudian bandingkan proses keduanya. Ketika nama cucu Bapak sudah ada dalam pikiran masing-masing maka nama cucu Bapak sudah mulai mengada dalam pikiran mahasiswa yang menghadiri perkuliahan dan setelah proses mengada di pikiran,maka mahasiswa sudah bisa menuliskan nama cucu Bapak.
Proses seperti ini dapat membuat manusia mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Tuhan. Dalam contoh nama cucu Bapak tadi adalah ilustrasi dari proses keadaan mengada didalam pikiran manusia. Bapak kemudian memberi tahu nama cucunya adalah Queen. Sebelumnya, nama Queen belum ada dipikiran mahasiswa yang mengikuti perkuliahan, Jadi status nama tersebut berubah dari yang mungkin ada menjadi ada didalam pikiran. Begitu juga dengan belajar, mengada dari yang mungkin ada menjadi ada dalam pikiran dan kemudian tersimpan di dalam hati manusia.
Bapak kembali menegaskan bahwa objek filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada dalam pikiran manusia. Tapi kalau diekstensikan menjadi yang ada dan yang mungkin ada dihatimu. Untuk mengetahui apa yang ada dipikiran dan hati berbeda domain. Pak marsigit kemudian mengatakan bahwa persoalan filsafat ada dua yaitu yang ada diluar pikiran dan di dalam pikiran. Tetapi kenyataannya adalah tak ada satu orangpun di dunia yang mampu menjelaskan apa yang ada dipikirannya secara menyeluruh. Maka sebenar-benarnya manusia, manusia tidak akan sanggup menjelaskan pikirannya sendiri, tetapi hanya bisa berusaha menjelaskannya dan memahami yang ada diluar pikirannya.  
Bapak juga mengingatkan bahwa banyak sekali yang belum diketahui oleh manusia,yaotu bermilyar pangkar bermilyar. Maka sebenar-benarnya manusia adalah yang mengerti sedikit dan yang tidak akan pernah mengerti. Sehingga patut dipertanyakan apabila manusia hidup dalam kesombongan. Berusaha mengerti banyak hal itu tentu saja diperbolehkan, tetapi kalau mengaku ataupun mengklaim bahwa manusia mengerti banyak hal tentu akan menjadi bencana. Mengaku bahwa sudah paham namun belum paham.  
Jika berbicara formal, objek filsafat itu adalah objek formal dan objek material. Dalam mempelajari filsafat, manusia menggunakan alat. Alat tersebut adalah bahasa. Bahasa yang digunakan juga bukanlah bahasa sembarangan, tetapi bahasa analog. Analog yang tidak sekadar sama tetapi juga ekuivalen. Dengan demikian analog adalah konformitas antara dua dunia. Jadi dalam filsafat, pikiran adalah urusan dunia dan hati adalah urusan akhirat. Hati dberisi doa, spiritualitas, dan kuasa Tuhan.  Dengan mendalam dalamkan dan meluas luaskan. Sampai sedalam dalamnya dan seluas luasnya sampai tidak ada yang lebih dalam lagi sesuai dengan kedalaman pikiranmu masing-masing.
Objek filsafat formal adalah bentuk, material merupakan substansi. Semua yang ada di dunia terdiri dari bentuknya dan isinya. Manusia senyum, cemberut, tertawa, tegang, serius, santai, memang bentuknya seperti itu. Tetapi di balik senyuman,tawa, canda, ceria, terdapat substansinya. Bentuk dan substansi bertingkat-tingkat. Contohnya adalah dari jauh bentuk manusia adalah titik, agak dekat lagi garis, lebih dekatlagi garis, dekat lagi gunung,
Untuk kajian lebih luasnya lagi adalah wadah. Wadah selalu memiliki isi. Tidak ada isi tanpa wadah ataupun sebaliknya. Ternyata wadah adalah isi dan isi adalah wadah. Semua itu analog. Wadahnya dan isinya analog. Contoh: wadah  itu analog dengan rumus. Rumus itu analog metafisik.  Kalau wadah adalah fatal, isi merupakan vital. Wadah analog dengan takdir, dan isi analog dengan vital, vital itu analog dengan ikhtiar. Takdir itu memilih, ikhtiar itu dipilih. Takdir adalah  wadah. Isinya adalah ikhtiarmu atau vital.Sehingga dapat dikatakan bahwa dunia adalah tentang wadah dan isi. Sedangkan  takdir dan ikhtiar adalah unsur-unsur dunia. Karena takdir adalah dipilih, maka takdir itu sudah, sedangkan yang belum adalah yang ikhtiar. Ditingkatkan  ke ranah spiritualitas maka semua adalah takdir, wadah,kuasa Tuhan. Maka kuasa Tuhan itu wadah utama dan pertama.
Siapakah manusia? Manusia tidak bisa menunjuk dirinya sendiri. Hanya Pencipta saja, Tuhan yang Maha Esa yang dapat sama dan serupa dengan diriNya sendiri, sehingga prinsip dalam kehidupan adalah aku tidak sama dengan aku, prinsip ini bersifat kontradiksi karena aku tidak sama dengan aku. Ruang dan waktu menjadi pengikat dalam prinsip ini. Kekontradiksian ini mengjasilkan manusia yang berpikir profesional, eksperimen. Ruang dan waktu menjadi salah satu keeksistenan dunia ini. Maka, berbicara mengenai fatal dan vital adalah tentang potensi. Mahluk hidup ada dan tumbuh karena faktor fatal dan vital tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Filsafat Pendidikan Matematika Oleh: Agnes Teresa Panjaitan ( 187092510 1 3 ) Prof. Dr. Marsigit, M.A M...