Pada tanggal 25
September, tepat pada jam dan lokasi yang sama seperti hari selasa sebelumnya
merupakan pertemuan ketiga matakuliah Filsafat ilmu bagi anak-anak pascasarjana
pendidikan matematika UNY. Pertemuan selalu diawali dengan berdoa menurut
keyakinan masing-masing. Dengan pola penyusunan bangku seperti biasa, para
mahasiswa duduk menghadap Bapak Prof Marsigit dan mendengarkan dengan seksama.
Pembahasan kali ini mengenai filsafat yang bertingkat, yang paling tinggi ,
pasti, dan mutlak adalah milik sang Pencipta. Berikut adalah proses dalam
pembahasan kuliah hari itu:
Ada (fatal dan vital)
mengada (proses)
pengada (hasil)
Semua
yang ada dan mungkin ada merupakan objek filsafat. Seperti apakah objek yang
termasuk yang mungkin ada? Pak Marsigit kemudian menunjuk handponenya dan
menanyakan apakah warna dari handphone Bapak. Kemudian bapak menjawab hitam,
dan memberikan penjelasan bahwasanya jawaban didapatkan hitam karena didalam pikiran
masing-masing warna gelap seperti itu disebutkan sebagai warna hitam. Kalau
warna hitam seperti itu tidak ada dalam pikiran, maka tentulah jawaban hitam
tidak ada di pikiran mahasiswa.
Kemudian
Bapak memberikan pertanyaan lain dengan menanyakan apakah mas ibrohim(salah
satu mahasiswa yang menghadiri perkuliahan) mengetahui nama cucu Bapak Profesor
Marsigit yang paling besar? Kemudian pak Marsigit memberi penjelasan bahwa
ketika sesuatu berada dalam pikiran manusia, maka bisa bicara, ada diluar
pikiran berarti dapat dilihat, dirasa, dibau dan disentuh. Ketika nama cucu saya
tidak bisa kamu bicarakan dan kamu liat, maka nama cucu saya tidak ada dalam
pikiran mahasiswa yang sedang mengikuti perkuliahan pada hari ini. Pak Marsigit
kemudian meminta mahasiswa untuk merasakan kondisi dimana mahasiswa tidak
mengetahui siapa nama cucu pak Marsigit.
Mahasiswa
pun mulai membayangkan proses dimana mahasiswa tidak mengetahui nama cucu Pak
Marsigit. Kemudian Bapak akan memberi tahu nama cucu Bapak yang paling besar
dan rasakan prosesnya. Rasakan keadaan sebelum dan sesudah mengetahui nama cucu
Bapak kemudian bandingkan proses keduanya. Ketika nama cucu Bapak sudah ada
dalam pikiran masing-masing maka nama cucu Bapak sudah mulai mengada dalam
pikiran mahasiswa yang menghadiri perkuliahan dan setelah proses mengada di
pikiran,maka mahasiswa sudah bisa menuliskan nama cucu Bapak.
Proses
seperti ini dapat membuat manusia mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Tuhan.
Dalam contoh nama cucu Bapak tadi adalah ilustrasi dari proses keadaan mengada
didalam pikiran manusia. Bapak kemudian memberi tahu nama cucunya adalah Queen.
Sebelumnya, nama Queen belum ada dipikiran mahasiswa yang mengikuti
perkuliahan, Jadi status nama tersebut berubah dari yang mungkin ada menjadi
ada didalam pikiran. Begitu juga dengan belajar, mengada dari yang mungkin ada
menjadi ada dalam pikiran dan kemudian tersimpan di dalam hati manusia.
Bapak
kembali menegaskan bahwa objek filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada
dalam pikiran manusia. Tapi kalau diekstensikan
menjadi yang ada dan yang mungkin ada dihatimu. Untuk mengetahui apa yang ada dipikiran dan hati berbeda domain. Pak
marsigit kemudian mengatakan bahwa persoalan filsafat ada dua yaitu yang ada
diluar pikiran dan di dalam pikiran. Tetapi kenyataannya adalah tak ada satu
orangpun di dunia yang mampu menjelaskan apa yang ada dipikirannya secara
menyeluruh. Maka sebenar-benarnya manusia, manusia tidak akan sanggup
menjelaskan pikirannya sendiri, tetapi hanya bisa berusaha menjelaskannya dan
memahami yang ada diluar pikirannya.
Bapak
juga mengingatkan bahwa banyak sekali yang belum diketahui oleh manusia,yaotu
bermilyar pangkar bermilyar. Maka sebenar-benarnya manusia adalah yang mengerti
sedikit dan yang tidak akan pernah mengerti.
Sehingga patut dipertanyakan apabila
manusia hidup dalam kesombongan. Berusaha mengerti banyak hal itu tentu saja
diperbolehkan, tetapi kalau mengaku ataupun mengklaim bahwa manusia mengerti
banyak hal tentu akan menjadi bencana. Mengaku bahwa sudah paham namun belum
paham.
Jika
berbicara formal, objek filsafat itu adalah objek formal dan objek material.
Dalam mempelajari filsafat, manusia menggunakan alat. Alat tersebut adalah
bahasa. Bahasa yang digunakan juga bukanlah bahasa sembarangan, tetapi bahasa
analog. Analog yang tidak sekadar sama tetapi juga ekuivalen. Dengan demikian
analog adalah konformitas antara dua dunia. Jadi dalam filsafat, pikiran adalah
urusan dunia dan hati adalah urusan akhirat. Hati dberisi doa, spiritualitas,
dan kuasa Tuhan. Dengan
mendalam dalamkan dan meluas luaskan. Sampai sedalam dalamnya dan seluas
luasnya sampai tidak ada yang lebih dalam lagi sesuai dengan kedalaman
pikiranmu masing-masing.
Objek filsafat formal
adalah bentuk, material merupakan substansi. Semua yang ada di dunia terdiri
dari bentuknya dan isinya. Manusia senyum,
cemberut, tertawa, tegang, serius, santai, memang bentuknya seperti itu. Tetapi
di balik senyuman,tawa, canda, ceria, terdapat
substansinya. Bentuk dan substansi
bertingkat-tingkat. Contohnya adalah dari
jauh bentuk manusia
adalah titik, agak dekat lagi
garis, lebih dekatlagi garis, dekat lagi gunung,
Untuk
kajian lebih luasnya lagi adalah wadah. Wadah
selalu memiliki isi. Tidak ada isi
tanpa wadah ataupun
sebaliknya. Ternyata wadah adalah
isi dan isi
adalah wadah. Semua itu
analog. Wadahnya dan
isinya analog. Contoh: wadah itu
analog dengan rumus. Rumus itu analog metafisik. Kalau wadah adalah fatal, isi merupakan vital. Wadah analog
dengan takdir, dan isi
analog dengan vital, vital itu analog dengan ikhtiar. Takdir itu memilih,
ikhtiar itu dipilih. Takdir adalah wadah. Isinya adalah ikhtiarmu atau vital.Sehingga dapat dikatakan bahwa dunia adalah tentang wadah
dan isi. Sedangkan
takdir dan
ikhtiar adalah unsur-unsur dunia.
Karena takdir adalah dipilih, maka takdir itu
sudah, sedangkan yang belum adalah yang
ikhtiar. Ditingkatkan ke
ranah spiritualitas maka semua adalah takdir,
wadah,kuasa Tuhan. Maka kuasa
Tuhan itu wadah utama dan pertama.
Siapakah
manusia? Manusia tidak bisa menunjuk dirinya sendiri. Hanya Pencipta saja,
Tuhan yang Maha Esa yang dapat sama dan serupa dengan diriNya sendiri, sehingga
prinsip dalam kehidupan adalah aku tidak sama dengan aku, prinsip ini bersifat
kontradiksi karena aku tidak sama dengan aku. Ruang dan waktu menjadi pengikat
dalam prinsip ini. Kekontradiksian ini mengjasilkan manusia yang berpikir
profesional, eksperimen. Ruang dan waktu menjadi salah satu keeksistenan dunia
ini. Maka, berbicara mengenai fatal dan vital adalah tentang potensi. Mahluk
hidup ada dan tumbuh karena faktor fatal dan vital tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar